MENGOKOHKAN IMAN DENGAN ILMU
“Hai orang-orang
yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan, dan janganlah kamu
turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu”.
Kenapa mengungkapkan ayat
ini? Karena ada satu wacana sederhana, tapi cukup mencengangkan. Baru baru ini
muncul sebuah permasalahan mengenai penghapusan kolom agama pada kartu tanda penduduk,
alasannya seakan logis dan sederhana yaitu karena agama sering menjadi alat
untuk mendiskreditkan seseorang. Jika alasannya seperti itu, tentu logikanya
kurang bisa diterima. Mengapa? Karena tidak hanya agama saja yang bisa mendiskreditkan
seseorang, umur pun mampu membuat orang mendiskreditkannya. Contohnya ketika
mahasiswa ingin memperoleh beasiswa yang dilihat adalah umurnya. Demikian pula
asal penduduk. Asal wilayah seseorang yang ada di KTP itupun bisa membuat
pendiskreditan. Artinya KTP tidak lagi punya identitas apa-apa, sebab namapun
sekarang sudah membuat pendiskreditan. Sebagai tanggapan sederhana, saya
berasumsi bahwa alasannya sebenarnya mungkin bukan itu. Melainkan ini adalah sebuah
strategi yang sistematis yaitu ingin mencoba mensekulerasikan kehidupan kita
ini setahap demi setahap, sedikit demi sedikit agar pada akhirnya umat muslim
dijauhkan dari agamanya setahap demi setahap.
Sebagai seorang yang
beriman, kita semua harus menyadari bahwa kalau kita sudah menandatangani
kontrak sebagai orang yang Islam dengan bersyahadat dan sejak itu tidak ada
pilihan lain dalam hidup kecuali mengikuti jalan Allah. Demikian yang
diingatkan oleh Allah SWT pada surat Al-Ahzab ayat 36: “Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi
perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu
ketetapan, aka nada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan
barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat,
sesat yang nyata”. Maknanya ketika manusia yang beriman tadi sedikit demi
sedikit menjauh dari agama Allah dan dari aturan Rasul-Nya, maka dia akan binasa
dan akan tersesat. Ayat ini jelas memberikan suatu pesan moral kepada kita
semua yaitu agar kita mau mengislamkan segenap apa yang ada pada diri kita
diantaranya mengislamkan pola pikiran dan perilaku kita yang masih belum Islam.
Mengapa? Karena jika tidak demikian, Allah menegaskan bahwa manusia tidak akan
memiliki jalan yang pasti dan dia akan binasa karena mengikuti kesesatan.
Maka ijinkanlah sedikit
saja mengungkapkan tentang ikhwal sekularisme ini agar kita tahu kapan nilai
sekularisme melanda umat-umat beragama di seluruh dunia. Salah seorang staf
ahli manejemen memaparkan bahwa paham sekularisme berangkat dari pemberontakan
kaum cendekiawan terhadap dominasi gereja di Inggris. Pada tahun 1851 didirikan
sebuah komunitas masyarakat sekuler di London. Paham ini mengajarkan bahwa
untuk hidup di dunia tidak diperlukan lagi agama, kitab suci, tuhan dan nabi.
Kehidupan di dunia ini hanya memerlukan pemikiran dan akal manusia semata. Kata
sekuler berasal dari saeculum yang berarti kini dan di sini. Paham ini meniscayakan
kehidupan dunia semata dan menisbikan kehidupan akhirat nanti. Sinyalemen, ungkapan ini sebenarnya
sejalan dengan antisipasi yang Allah tegaskan dalam al-Qur’an, surat Al-Jaatsiyah ayat 24: “Dan mereka berkata: “Kehidupan ini tidak
lain hanyalah kehidupan di dunia saja. Kita mati dan kita hidup dan tidak ada
yang akan membinasakan kita selain masa”, dan mereka berkata: “Kehidupan ini
tidak lain hanyalah kehidupan di dunia saja, kita mati dan kita hidup dan tidak
ada yang akan membinasakan kita selain masa”, dan mereka sekali-kali tidak
mempunyai pengetahuan tentang itu, mereka
tidak lain hanyalah menduga-duga saja”.
Sikap ini muncul kembali di abad 19, 20, dan di abad
sekarang ini. Ini semua tentu memperihatinkan bagi kita semua. Strategi yang
mencoba menjauhkan umat beraagama dari agamanya, umat muslim dari keimanannya
setahap demi setahap.
Jika umat muslim mencoba mensekulerkan segmen
kehidupannya sedikit demi sedikit, dimulai dari politiknya, kemudian sainsnya,
bahkan rumah tanggapun disekulerkannya, maka sesungguhnya manusia muslim yang
seperti ini sedang setapak demi setapak menuju kemurtadannya. Jika ini yang
terjadi, khawatir akan terhimpun masyarakat yang sekuler yang kemudian akan
berkembang menjadi sebuah bangsa yang sekuler. Apabila bangsa ini sudah sekuler
dan sudah jauh dari Allah, sekali lagi kita khawatir apa yang Allah tegaskan
tadi yaitu kita akan binasa dan tersesat. Kita khawatir bangsa dan negeri ini
akan hancur luluhkarena umatnya jauh dari Allah SWT.
Sebagai insan pendidikan, apapun profesi kita sebenarnya
kita adalah pendidik baik pada tatanan informal, formal maupun non formal.
Untuk mengatasi paham sekularisme yang terus dikumandangkan saat ini, maka
pendidikan menjadi tonggak utama. Pendidikan menjadi pendekatan yang paling
strategis untuk mengembalikan anak-anak bangsa menuju insan yang beriman,
kaffah, takwa, cerdas, yang memiliki akhlak yang mulia. Mudah-mudahan dengan
adanya kurikulum, patut kita banggakan karena kurikulum ini mencoba untuk
menegaskan bahwa kualitas lulusan kedepan adalah lulusan yang memiliki empat
kompetensi dasar, yaitu: kompetensi spiritualitas, kompetensi sosial,
kompetensi keilmuan, dan yang terakhir adalah kompetensi keterampilan. Oleh
karena itu, kita semua harus bersama-sama memperkokoh barisan, mengawali
implementasi dari kurikulum ini.
Hal tersebut di atas sejalan dengan ungkapan Allah SWT
dalam Surah Al Alaq. Ayat ini turun dalam suasana manusia sedang hancur.
Masyarakat sedang hancur, ekonominya penuh dengan keribaan, perbudakan,
kemudian moralitas bangsa waktu itu dalam titik nadir kehancuran. Kemudian
Rasulullah berkontemplasi ingin mencari jawaban bagaimana keadaan sosial ini
bisa diubah. Tidak lama kemudian Allah memberikan jawaban. Manusia diingatkan
kepada tuhannya agar dia sadar siapa dirinya berada di muka bumi ini. Manusia
harus di dekatkan kepada Allah, untuk itulah Allah memfasilitasi kita dengan
ilmu. Kata seorang Profesor, ini sebenarnya adalah pendekatan yang Allah
berikan agar manusia mampu berilmu, mampu mengatasi problematika sosialnya
untuk menuju kebaikan. Allah berikan ilmu melalui pendekatan Al-qolam,
pendekatan metodelogis, pendekatan ilmiah, dengan wujudnya hukum-hukum Allah.
Sunat-sunatullah yang ada ini Allah ajarkan kepada Adam dan makhluknya. Namun
demikian, apabila hanya ilmu empiris dan metodologis semata rupanya masih
banyak persoalan hidup yang tidak diselesaikan. Oleh karena itu, Allah
melengkapinya. Allah ajarkan wahyu melalui nabinya untuk sesuatu yang tidak
bisa dijangkau oleh pemikiran manusia. Mudah-mudahan perpaduan antara akal dan
wahyu, antara pemikiran dengan iman berpadu untuk membangun masyarakat madani,
masyarakat Indonesia kedepan. Mudah-mudahan sekularisme tidak lagi mewarnai
bangsa ini, mudah-mudahan bangsa ini benar-benar berada dalam kekokohan iman dan takwa.
Sumber: Buletin
Al-Furqon Edisi 160 November 2014
0 komentar